Oleh: Abu Misykah Tamam
Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta
alam. Shalawat dan salam atas Rasulullah –Shallallahu 'Alaihi Wasallam-,
keluarga dan para sahabantya.
Salah satu ajaran Islam yang tak ada khilaf diantara
ulama adalah wajibnya berjilbab atau menutup aurat atas wanita muslimah.
menjulurkan Para ulama hanya berbeda pendapat, apakah wajah dan dua telapak
tangan termasuk yang wajib ditutupi ataukah tidak?
Dasar kewajiban ini sangat gamblang dan jelas dalam
Kitabullah dan sunnah Rasul-Nya Shallallahu 'Alaihi Wasallam. Bahkan
sampai disebutkan hikmah dari kewajiban tersebut, “Yang demikian itu supaya
mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu.” Selain
itu, ini sebagai pembeda antara wanita mukminah dari wanita jahiliyah dan
kafirah.
Berikut ini beberapa dalil dari Al-Qur'an dan Sunnah
yang menjelaskan wajibnya berjilbab bagi muslimah:
Pertama: Allah Subhanahu Wa Ta'ala perintahkan kepada
Rasul-Nya untuk menyampaikan kepada istri-istri dan anak wanita beliau serta
wanita mukminah agar mereka menutup auratnya.
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ
وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ذَلِكَ
أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا
“Hai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu,
anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: Hendaklah mereka
mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". Yang demikian itu supaya
mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah
adalah Maha pengampun lagi Maha penyayang.” (QS. Al-Ahzab: 59)
Imam At-Thabari berkata dalam tafsirnya tentang
maknanya, bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman pada Nabi Shallallahu
'Alaihi Wasallam: 'Hai Nabi, katakan pada istrimu, anak-anak-mu dan wanita
muslimah: Janganlah kalian menyerupai wanita-wanita lain dalam cara
berpakaiannya (yatasyabbahna bil ima’i fi libasihinna) yaitu dengan membiarkan
rambut dan wajah terbuka, melainkan tutup semua itu dengan jilbab.'
Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya menjelaskan tentang
maknanya: “Allah Subhanahu wa Ta'ala menyampaikan kepada Nabi-Nya agar
memerintahkan kepada semua wanita muslimah supaya menjaga kehormatan mereka dan
agar mereka berbeda dengan cara berpakaiannya wanita jahiliyyah yaitu hendaklah
gunakan jilbab.”
Berkata Imam al-Syaukani dalam Tafsir Durrul Mantsur,
bahwa ayat ini sabab-nuzulnya adalah berkenaan dengan peristiwa keluarnya
Saudah Radliyallah 'Anha yang dicela oleh Umar Radliyallah 'Anhu,
lalu turun ayat ini yang membolehkan wanita keluar rumah untuk suatu
kepentingan asal mereka menutup jilbabnya.
Saat turun Ayat Jilbab ini para shahabiyah langsung
melaksanakannya tanpa banyak alasan dan keberatan.
Diriwayatkan dari Ummu Salamah Radhiyallahu 'Anha,
menyebutkan, bahwa setelah turun ayat di atas, maka para wanita Anshar keluar
rumah seolah-seolah di kepala-kepala mereka ada burung Gagak (Al-Ghirban),
karena jilbab yang mereka kenakan dengan bahan yang seadanya yang mereka temui
saat itu juga.” (HR. Al-Bukhari)
Kedua, Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman kepada
para wanita mukminah dengan memerintahkan kepada mereka beberapa perintah untuk
membedakan mereka dari wanita jahiliyah dan musyrikah.
“Katakanlah kepada wanita yang beriman: Hendaklah
mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka
menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak daripadanya. Dan
hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan
perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami
mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau
saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara laki-laki mereka,
atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau
budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak
mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti
tentang aurat wanita.” (QS. Al-Nuur: 31)
Ketiga, Allah melarang kaum wanita muslimah bertabarruj
(bersolek) ala jahiliyah dengan hanya meletakkan kain (kerudung) di atas
kepalanya tanpa diikat sehingga terlihat leher dan kalungnya serta anting
mereka terlihat. (Maa Laa Yasa'u al Muslima Jahluhu” karya DR. Abdullah al
Mushlih dan DR. Shalah Shawi: 235)
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ
الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى
“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah
kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu.”
(QS. Al-Ahzab: 33)
Keempat, sedangkan dari sunnah, terdapat ancaman yang keras
atas wanita yang tidak berjilbab, memakai baju tapi masih menampakkan anggota
tubuh yang wajib ditutup (berpakaian tapi telanjang) bahwa mereka tidak akan
masuk surga dan tidak pula mencium bau wanginya. (HR. Muslim dari Abu Hurairah)
Polri Menentang Allah
Sedikit kegembiraan buat muslimah di institusi Polri,
mengenakan kerudung sebagai identitas kemuslimahan mereka sekaligus pelaksanaan
kewajiban dalam agama mereka.
Kapolri baru, Jend Polisi Sutarman membolehkan Polwan
berjilbab tanpa menunggu aturan. Kemudian ini diikuti oleh maraknya Polwan
berjilbab di seluruh Indonesia.
Walaupun seharusnya seorang pemimpin yang muslim
mewajibkan berjilbab atas wanita yang dipimpinnya; bukan hanya dibolehkan.
Namun, sudah sedikti lumayan. Daripada selama ini, institusi yang banyak kaum
musliminnya melarang kewajiban dalam Islam yang disepakati ulama ini.
Namun isu tidak sedap kembali datang, terbit Telegram
Rahasia dari Wakapolri, Komjen Oegroseno terkait penundaan penggunaan jilbab di
kalangan Polwan dengan berbagai dalih. Tentunya ini berkonsekuensi, Polwan
harus menanggalkan jilbabnya.
Sikap yang ditunjukkan instutusi Polri ini adalah
sikap menetang Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Individu yang duduk di posisi
strategis yang beragama Islam dan menentang kewajiban dari Allah tersebut
terancam batal keislamannya. Jika dia mati, maka matinya di atas kekafiran dan
diharamkan surga atasnya.
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman,
ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ شَاقُّوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَمَنْ
يُشَاقِقِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَإِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
“(Ketentuan) yang demikian itu adalah karena
sesungguhnya mereka menentang Allah dan Rasul-Nya; dan barang siapa menentang
Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya Allah amat keras siksaan-Nya.” (QS. Al-Anfal:
13)
Sikap menghalang-halangi dan menentang diterapkannya
ajaran Islam adalah sikap orang munafikin. Orang munafik semacam ini, klaim
iman mereka tidak diakui oleh Allah Subhanahu Wa Ta'ala.
لَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ يَزْعُمُونَ أَنَّهُمْ
آَمَنُوا بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ يُرِيدُونَ أَنْ
يَتَحَاكَمُوا إِلَى الطَّاغُوتِ وَقَدْ أُمِرُوا أَنْ يَكْفُرُوا بِهِ وَيُرِيدُ
الشَّيْطَانُ أَنْ يُضِلَّهُمْ ضَلَالًا بَعِيدًا
وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ تَعَالَوْا إِلَى مَا أَنْزَلَ
اللَّهُ وَإِلَى الرَّسُولِ رَأَيْتَ الْمُنَافِقِينَ يَصُدُّونَ عَنْكَ صُدُودًا
“Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang
mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada
apa yang diturunkan sebelum kamu? Mereka hendak berhakim kepada thaghut,
padahal mereka telah diperintah mengingkari thaghut itu. Dan syaitan bermaksud
menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya.
Apabila dikatakan kepada mereka: "Marilah kamu
(tunduk) kepada hukum yang Allah telah turunkan dan kepada hukum Rasul",
niscaya kamu lihat orang-orang munafik menghalangi (manusia) dengan
sekuat-kuatnya dari (mendekati) kamu.” (QS. Al-Nisa’: 61)
Sikap berpaling dan menentang diamalkannya ajaran
Islam tidak mungkin muncul dari orang muslim. Sikap ini hanya muncul dari orang
munafik. Karenanya di ayat disebutkan disebutkan, “niscaya kamu lihat
orang-orang munafik”. Sebab orang beriman yang sesungguhnya berkewajiban tunduk
kepada perintah Allah dan Rasul-Nya tanpa menentangnya. (Lihat: Al-Qaul
al-Mufid Syarh Kitab al-Tauhid, Syaikh Ibnul Utsaimin: 2/99)
Sikap Orang Beriman Terhadap Kewajiban Jilbab atas
Muslimah
Allah Subhanahu Wa Ta'ala terangkan tentang
sifat orang beriman saat dihadapkan kepada aturan (baca; syariat) Islam,
إِنَّمَا كَانَ قَوْلَ الْمُؤْمِنِينَ إِذَا دُعُوا
إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ أَنْ يَقُولُوا سَمِعْنَا
وَأَطَعْنَا وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
“Sesungguhnya jawaban orang-orang mukmin, bila
mereka dipanggil kepada Allah dan rasul-Nya agar rasul menghukum (mengadili) di
antara mereka ialah ucapan." "Kami mendengar dan kami patuh."
Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. Al-Nuur: 51)
Allah berfirman tentang saat dihadapkan pada dua
pilihan, sesuai dengan ketentuan Islam dan berlawanan dengannya,
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى
اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ
وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا مُبِينًا
“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang beriman dan
tidak (pula) bagi perempuan yang beriman, apabila Allah dan Rasul-Nya telah
menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang
urusan mereka. Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah
dia telah sesat, sesat yang nyata.” (QS. Al-Ahzab: 36)
Dalam Kitab “Maa Laa Yasa'u al Muslima Jahluhu”
disebutkan, “Jika Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan sesuatu tak seorangpun
boleh menyelisihinya, mencari alternative lain, pendapat, atau komentar lain.
Bagi seluruh orang beriman wajib menjadikan pendapat dan pilihannya mengikuti
petunjuk dan keputusan Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam.” Wallahu
A’lam. [PurWD/voa-islam.com]
Sumber : http://www.voa-islam.com/read/aqidah/2013/12/02/27917/polri-menentang-allah-dengan-melarang-polwan-berjilbab/#sthash.KlVf0ZXr.dpbs
Tidak ada komentar:
Posting Komentar