-->

Sabtu, 30 November 2013

TGAS KE 4 MANAJEMEN UMUM





  •   MOTIVASI


1.      Pentingnya Motivasi bagi Kita
Sebelum kita membahas motivasi lebih dalam ada baiknya kita pahami terlebih dahulu arti kata motivasi. Motivasi adalah dorongan psikologis yang mengarahkan seseorang ke arah suatu tujuan. Motivasi membuat keadaan dalam diri individu muncul, terarah, dan mempertahankan perilaku, menurut Kartini Kartono motivasi menjadi dorongan (driving force) terhadap seseorang agar mau melaksanakan sesuatu.
Motivasi yang ada pada setiap orang tidaklah sama, berbeda-beda antara yang satu dengan yang lain. Untuk itu, diperlukan pengetahuan mengenai pengertian dan hakikat motivasi, serta kemampuan teknik menciptakan situasi sehingga menimbulkan motivasi/dorongan bagi mereka untuk berbuat atau berperilaku sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh individu lain/ organisasi.
Sebagai mahasiswa, kita tentu ingin mendapatkan nilai atau hasil yang baik, dan hal tersebut dapat terwujud apabila kita selalu berusaha dan melakukan apa yang bisa membuat kita mendapatkan hasil yang terbaik. Keingingan yang terdapat pada diri seseorang individu yang merangsangnya untuk melakukan tindakan-tindakan ( GR terry ). Dalam hal itu, kesadaran tentang pentingya motivasi bagi perubahan tingkah laku harus kita miliki.


 

2.      Pandangan dan Pentingnya Motivasi dalam Organisasi

Motivasi seperti yang telah disebutkan diatas, akan mempengaruhi, mengarahkan dan berkomunikasi dengan bawahannya, yang selanjutnya akan menentukan efektifitas manajer. Ada dua factor yang mempengaruhi tingkat prestasi seseorang, yaitu kemampuaan individu dan pemahaman tentang perilaku untuk mencapai prestasi yang maksimal disebut prestasi peranan. Dimana antara motivasi, kemampuan dan presepsi peranan merupakan satu kesatuan yang saling berinteraksi.
http://putriluviani.blog.com
            3. Teori-teori motivasi
1. Teori Abraham H. Maslow (Teori Kebutuhan)
Teori motivasi yang dikembangkan oleh Abraham H. Maslow pada intinya berkisar pada pendapat bahwa manusia mempunyai lima tingkat atau hierarki kebutuhan, yaitu : (1) kebutuhan fisiologikal (physiological needs), seperti : rasa lapar, haus, istirahat dan sex; (2) kebutuhan rasa aman (safety needs), tidak dalam arti fisik semata, akan tetapi juga mental, psikologikal dan intelektual; (3) kebutuhan akan kasih sayang (love needs); (4) kebutuhan akan harga diri (esteem needs), yang pada umumnya tercermin dalam berbagai simbol-simbol status; dan (5) aktualisasi diri (self actualization), dalam arti tersedianya kesempatan bagi seseorang untuk mengembangkan potensi yang terdapat dalam dirinya sehingga berubah menjadi kemampuan nyata.
Kebutuhan-kebutuhan yang disebut pertama (fisiologis) dan kedua (keamanan) kadang-kadang diklasifikasikan dengan cara lain, misalnya dengan menggolongkannya sebagai kebutuhan primer, sedangkan yang lainnya dikenal pula dengan klasifikasi kebutuhan sekunder. Terlepas dari cara membuat klasifikasi kebutuhan manusia itu, yang jelas adalah bahwa sifat, jenis dan intensitas kebutuhan manusia berbeda satu orang dengan yang lainnya karena manusia merupakan individu yang unik. Juga jelas bahwa kebutuhan manusia itu tidak hanya bersifat materi, akan tetapi bersifat pskologikal, mental, intelektual dan bahkan juga spiritual.
Menarik pula untuk dicatat bahwa dengan makin banyaknya organisasi yang tumbuh dan berkembang di masyarakat dan makin mendalamnya pemahaman tentang unsur manusia dalam kehidupan organisasional, teori “klasik” Maslow semakin dipergunakan, bahkan dikatakan mengalami “koreksi”. Penyempurnaan atau “koreksi” tersebut terutama diarahkan pada konsep “hierarki kebutuhan “ yang dikemukakan oleh Maslow. Istilah “hierarki” dapat diartikan sebagai tingkatan. Atau secara analogi berarti anak tangga. Logikanya ialah bahwa menaiki suatu tangga berarti dimulai dengan anak tangga yang pertama, kedua, ketiga dan seterusnya. Jika konsep tersebut diaplikasikan pada pemuasan kebutuhan manusia, berarti seseorang tidak akan berusaha memuaskan kebutuhan tingkat kedua,- dalam hal ini keamanan- sebelum kebutuhan tingkat pertama yaitu sandang, pangan, dan papan terpenuhi; yang ketiga tidak akan diusahakan pemuasan sebelum seseorang merasa aman, demikian pula seterusnya.
Berangkat dari kenyataan bahwa pemahaman tentang berbagai kebutuhan manusia makin mendalam penyempurnaan dan “koreksi” dirasakan bukan hanya tepat, akan tetapi juga memang diperlukan karena pengalaman menunjukkan bahwa usaha pemuasan berbagai kebutuhan manusia berlangsung secara simultan. Artinya, sambil memuaskan kebutuhan fisik, seseorang pada waktu yang bersamaan ingin menikmati rasa aman, merasa dihargai, memerlukan teman serta ingin berkembang.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa lebih tepat apabila berbagai kebutuhan manusia digolongkan sebagai rangkaian dan bukan sebagai hierarki. Dalam hubungan ini, perlu ditekankan bahwa :
·         Kebutuhan yang satu saat sudah terpenuhi sangat mungkin akan timbul lagi di waktu yang akan datang;
·         Pemuasaan berbagai kebutuhan tertentu, terutama kebutuhan fisik, bisa bergeser dari pendekatan kuantitatif menjadi pendekatan kualitatif dalam pemuasannya.
·         Berbagai kebutuhan tersebut tidak akan mencapai “titik jenuh” dalam arti tibanya suatu kondisi dalam mana seseorang tidak lagi dapat berbuat sesuatu dalam pemenuhan kebutuhan itu.
Kendati pemikiran Maslow tentang teori kebutuhan ini tampak lebih bersifat teoritis, namun telah memberikan fundasi dan mengilhami bagi pengembangan teori-teori motivasi yang berorientasi pada kebutuhan berikutnya yang lebih bersifat aplikatif.
http://akhmadsudrajat.wordpress.com

  •  Teori-teori Motivasi


Teori-teori proses berkenaan dengan bagaimana perilaku timbul dan dijalankan. Teori-teori proses yang akan dibahas :
 1) teori pengharapan,
 2) pembentukan perilaku,
 3) teori Porter –Lawler, dan
 4) teori keadilan.
 
Teori Pengharapan
            Konsep ini berhubungan dengan motivasi, dimana individu diperkirakan akan menjadi pelaksana dengan prestasi tinggi bila mereka melihat :
 1) suatu kemungkinan (probabilitas) tinggi bahwa usaha-usaha mereka akan mengarah ke prestasi tinggi,
 2) suatu probabilitas tinggi bahwa prestasi tinggi akan mengarah ke hasil-hasil yang menguntungkan, dan
 3) bahwa hasil-hasil tersebut akan menjadi, pada keadaan keseimbangan, penarik efektif bagi mereka.
            Teoeri pengharapan menyatakan bahwa perilaku kerja karyawan dapat dijelaskan dengan kenyataan : para karyawan menentukan terlebih dahulu apa perilaku mereka yang dapat dijalankan dan nilai yang diperkirakan sebagai hasil-hasil alternative dari perilakunya.
            Menurut Victor Vroom, dikenal dengan teori nilai – pengharapan Vroom, orang dimotivasi untuk bekerja bila mereka :
 (1) mengharapkan usaha-usaha yang ditingkatkan akan mengarahkan ke balas jasa tertentu, dan
 (2) menilai balas jasa sebagai hasil dari usaha-usaha mereka.

Pembentukan Perilaku
            B.F. Skinner mengemukakan pendekatan lain terhadap motivasi yang mempengaruhi dan merubah perilaku kerja yaitu teori pembentukan perilaku (operant conditioning) atau sering disebut dengan istilah-istilah lain seperti behavior modification, positive deforecement, dan Skinnerian conditioning.  Pendekatan ini didasarkan terutama atas hokum pengaruh (law of effect), yang menyatakan bahwa perilaku yang diikuti dengan konsekuensi-konsekuensi pemuasan cenderung diulang, sedangkan perilaku yang diikuti konsekuensi-konsekuensi hukuman cenderung tidak diulang.
            Jadi, perilaku (tanggapan) individu terhadap suatu situasi atau kejadian (stimulus) adalah penyebab konsekuensi tertentu.
            Ada empat teknik yang dapat digunakan manajer utnuk mengubah perilaku bawahan :
1.      Penguatan positif, bisa penguat primer seperti minuman atau makanan yang memuaskan kebutuha-kebutuhan biologis, ataupun penguat sekunder seperti penghargaan berwujud hadiah, promosi dan uang.
2.      Penguatan negatif, dimana individu akan mempelajari perilaku yang membawa konsekuensi tidak menyenangkan dan kemudian menghindari perilaku tersebut di masa mendatang (avoidance learning).
3.      Pemadaman, dilakukan dengan peniadaaan penguatan.
4.      Hukuman, melalui mana manajer mencoba untuk mengubah perilaku bawahan yang tidak tepat dengan pemberian konsekuensi-konsekuensi negatif.

W. Clay hammer telah mengidentifikasikan 6 (enam) pedoman penggunaan teknik-teknik pembentukan perilaku, atau disebut teori belajar (learning theory), yaitu :

1.      Jangan memberikan penghargaan yang sama kepada semua orang.
2.      Perhatikan bahwa kegagalan utnuk member tanggapan dapat juga mengubah perilaku.
3.      Beritahu karyawan tentang apa yang harus dilakukan untuk mendapatkan penghargaan.
4.      Beritahu karyawan tentang apa yang dilakukan secara salah.
5.      Jangan member hukuman di depan karyawan lain.
6.      Bertindak adil.

Teori Porter – Lawler
            Model Porter – Lawler adalah teori pengharapan dari motivasi dengan versi orientasi mendatang, dan juga menekankan antisipasi tanggapan-tanggapan atau hasil-hasil. Para manajer tergantung terutama pada pengharapan di masa yang akan dating, dan bukan pengalaman masa lalu.
            Model pengharapan ini menyajikan sejumlah implikasi bagi manajer tentang seharusnya memotivasi bawahan dan juga implikasi bagi organisasi. Seperti yang diutarakan oleh Nadler dan Lawler, implikasi-implikasi model tertentu bagi manajer mencakup :
1.      Pemberian penghargaan yang sesuai dengan kebutuhan bawahan.
2.      Penentuan prestasi yang diinginkan.
3.      Pembuatan tingkat prestasi yang dapat dicapai.
4.      Penghubungan penghargaan dengan prestasi.
5.      Penganalisaan faktor-faktor apa yang bersifat berlawanan dengan efektifitas penghargaan.
6.      Penentuan penghargaan yang mencukupi atau memadai.
Sedangkan implikasi-implikasi bagi organisasi adalah meliputi :
1.      Sistem penghargaan organisasi harus dirancang untuk memotivasi perilaku yang beringinkan.
2.      Pekerjaan itu sendiri dapat dibuat sebagai pemberian penghargaan secara intrinsic.
3.      Atasan langsung mempunyai peranan penting dalam proses memotivasi.

Teori Keadilan
Teori lain tentang motivasi sebagai hasil dari berbagai penelitian adalah teori keadilan dan ketidak-adilan. Teori ini mengemukakan bahwa orang akan selalu cenderung membandingkan antara :
1) masukan-masukan yang mereka berikan pada pekerjaannya dalam bentuk pendidikan, pengalaman, latihan dan usaha, dengan.
 2) hasil-hasil (penghargaan-penghargaan) yang mereka terima, seperti juga mereka membandingkan balas jasa yang diterima karyawan lain dengan yang diterima dirinya untuk pekerjaan yang sama.
Faktor kunci bagi manajer dalah mengetahui apakah ketidak adilan dirasakan, dan bukan apakah ketidak-adilan secara nyata ada.

http://niesapurple29.blogspot.com


  •  Komunikasi


1.       Pengertian Komunikasi

Komunikasi adalah suatu proses penyampaian informasi (pesan, ide, gagasan) dari satu pihak kepada pihak lain. Pada umumnya, komunikasi dilakukan secara lisan atau verbal yang dapat dimengerti oleh kedua belah pihak. apabila tidak ada bahasa verbal yang dapat dimengerti oleh keduanya, komunikasi masih dapat dilakukan dengan menggunakan gerak-gerik badan, menunjukkan sikap tertentu, misalnya tersenyum, menggelengkan kepala, mengangkat bahu. Cara seperti ini disebut komunikasi nonverbal.

http://idadwiw.wordpress.com

2.       Proses Komunikasi
Proses komunikasi adalah bagaimana komunikator menyampaikan pesan kepada komunikannya, sehingga dapat menciptakan suatu persamaan makna antara komunikan dengan komunikatornya. Proses komunikasi ini bertujuan untuk menciptakan komunikasi yang efektif (sesuai dengan tujuan komunikasi pada umumnya). Proses komunikasi, banyak melalui perkembangan.
Proses komunikasi dapat terjadi apabila ada interaksi antar manusia dan ada penyampaian pesan untuk mewujudkan motif komunikasi.
Tahapan proses komunikasi adalah sebagai berikut :
1.      Penginterpretasian.
2.      Penyandian.
3.      Pengiriman.
4.      Perjalanan.
5.      Penerimaan.
6.      Penyandian balik.
7.      Penginterpretasian.

3.       Saluran Komunikasi dalam Organisasi

Saluran Komunikasi dalam Organisasi
Komunikasi adalah sebuah tindakan untuk berbagi informasi, gagasan atau pun pendapat dari setiap partisipan komunikasi yang terlibat didalamnya guna mencapai kesamaan makna.  Tindak komunikasi tersebut dapat dilakukan dalam berbagai konteks.  Konteks komunikasi yang  telah dibahas pada modul-modul sebelumnya adalah komunikasi antarpribadi (interpersonal Communication) dan komunikasi kelompok.Konteks komunikasi selanjutnya yang akan kita bahas adalah komunikasi organisasi.
Tindak komunikasi dalam suatu organisasi berkaitan dengan pemahaman mengenai peristiwa komunikasi yang terjadi didalamnya, seperti apakah instruksi pimpinan sudah dilaksanakan dengan benar oleh karyawan atau pun bagaimana karyawan/bawahan mencoba menyampaikan keluhan kepada atasan, memungkinkan tujuan organisasi yang telah ditetapkan dapat tercapai sesuai dengan hasil yang diharapkan. Ini hanya satu contoh sederhana untuk memperlihatkan bahwa komunikasi merupakan aspek penting dalam suatu organisasi, baik organisasi yang mencari keuntungan ekonomi maupun organisasi yang bersifat sosial kemasyarakatan.
Pengertian komunikasi Organisasi
Sebelum membahas pengertian komunikasi organisasi sebaiknya kita uraikan terminologi yang melekat pada konteks komunikasi organisasi, yaitu komunikasi dan organisasi.  Komunikasi berasal dari bahasa latin “communis” atau ‘common” dalam Bahasa Inggris yang berarti sama. Berkomunikasi berarti kita berusaha untuk mencapai kesamaan makna, “commonness”.  Atau dengan ungkapan yang lain, melalui komunikasi kita mencoba berbagi informasi, gagasan atau sikap kita dengan partisipan lainnya.  Kendala utama dalam berkomunikasi adalah kita seringkali mempunyai makna yang berbeda terhadap lambang yang sama.
Steward L.Tubbs dan Sylvia Moss dalam Human Communication menguraikan ada tiga model dalam komunikasi:
1.       model komunikasi linier (one-way communication), dalam model ini komunikator memberikan suatu stimuli dan komunikan melakukan respon yang diharapkan tanpa mengadakan seleksi dan interpretasi. Komunikasinya bersifat monolog.
2.       model komunikasi interaksional. Sebagai kelanjutan dari model yang pertama, pada tahap ini sudah terjadi feedback atau umpan balik. Komunikasi yang berlangsung bersifat dua arah dan ada dialog, di mana setiap partisipan memiliki peran ganda, dalam arti pada satu saat bertindak sebagai komunikator, pada saat yang lain bertindak sebagai komunikan.
3.       model komunikasi transaksional. Dalam model ini komunikasi hanya dapat dipahami dalam konteks hubungan (relationship) antara dua orang atau lebih. Pandangan ini menekankan bahwa semua perilaku adalah komunikatif. Tidak ada satupun yang tidak dapat dikomunikasikan.
Mengenai organisasi, salah satu defenisi menyebutkan bahwa organisasi merupakan suatu kumpulan atau sistem individual yang melalui suatu hirarki/jenjang dan pembagian kerja, berupaya mencapai tujuan yang ditetapkan. Dari batasan tersebut dapat digambarkan bahwa dalam suatu organisasi mensyaratkan:
1.  adanya suatu jenjang jabatan ataupun kedudukan yang memungkinkan semua individu dalam organisasi tersebut memiliki perbedaan posisi yang jelas, seperti pimpinan, staf pimpinan dan karyawan.
2.  adanya pembagian kerja, dalam arti setiap orang dalam sebuah institusi baik yang komersial mau pun sosial, memiliki satu bidang pekerjaan yang menjadi tanggungjawabnya.
Dengan landasan konsep-konsep komunikasi dan organisasi sebagaimana yang telah diuraikan, maka kita dapat memberi batasan tentang komunikasi organisasi secara sederhana, yaitu komunikasi antarmanusia (human communication) yang terjadi dalam kontek organisasi.  Atau dengan meminjam definisi dari Goldhaber, komunikasi organisasi diberi batasan sebagai arus pesan dalam suatu jaringan yang sifat hubungannya saling bergabung satu sama lain (the flow of messages within a network of interdependent relationships).
Sebagaimana telah disebut terdahulu, bahwa arus komunikasi dalam organisasi meliputi komunikasi vertikal dan komunikasi horisontal.  Masing-masing arus komunikasi tersebut mempunyai perbedaan fungsi yang sangat tegas.  Ronald Adler dan George Rodman dalam buku Understanding Human Communication, mencoba menguraikan masing-masing, fungsi dari kedua arus komunikasi dalam organisasi tersebut sebagai berikut:
1.       Downward communication, yaitu komunikasi yang berlangsung ketika orang-orang yang berada pada tataran manajemen mengirimkan pesan kepada bawahannya.  Fungsi arus komunikasi dari atas ke bawah ini adalah:
a)       Pemberian atau penyimpanan instruksi kerja (job instruction)
b)       Penjelasan dari pimpinan tentang mengapa suatu tugas perlu untuk dilaksanakan (job retionnale)
c)       Penyampaian informasi mengenai peraturan-peraturan yang berlaku (procedures and practices)
d)       Pemberian motivasi kepada karyawan untuk bekerja lebih baik.
2.       Upward communication, yaitu komunikasi yang terjadi ketika bawahan (subordinate) mengirim pesan kepada atasannya.  Fungsi arus komunikasi dari bawah ke atas ini adalah:
a)       Penyampaian informai tentang pekerjaan pekerjaan ataupun tugas yang sudah dilaksanakan
b)       Penyampaian informasi tentang persoalan-persoalan pekerjaan ataupun tugas yang tidak dapat diselesaikan oleh bawahan
c)       Penyampaian saran-saran perbaikan dari bawahan
d)       Penyampaian keluhan dari bawahan tentang dirinya sendiri maupun pekerjaannya.
3.       Horizontal communication, yaitu tindak komunikasi ini berlangsung di antara para karyawan ataupun bagian yang memiliki kedudukan yang setara.  Fungsi arus komunikasi horisontal ini adalah:
a)       Memperbaiki koordinasi tugas
b)       Upaya pemecahan masalah
c)       Saling berbagi informasi
d)       Upaya pemecahan konflik
e)       Membina hubungan melalui kegiatan bersama.

http://dimasmandala.wordpress.com


4.       Peranan Komunikasi Informal

Penelitian ini berjudul Peranan Komunikasi Informal dalam Meningkatkan Gairah Kerja Karyawan di Universitas Sahid Jakarta. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peranan komunikasi informal, untuk mengetahui manfaat komunikasi informal, dan untuk mengetahui peranan media komunikasi informal dalam meningkatkan gairah kerja karyawan Universitas Sahid. Metode yang digunakan adalah studi deskriptif, yaitu memecahkan masalah yang diteliti dengan mengumpulkan informasi aktual secara rinci dengan menggambarkan atau melukiskan objek penelitian yang berdasarkan fakta-fakta yang objektif serta data-data yang nampak. Populasi penelitian in adalah karyawan Universitas Sahid Jakarta berjumlah 214 orang karyawan dengan sampel berjumlah 68 responden. Untuk pengambilan sampel menggunakan Purposive sample, yaitu pemilihan sampel didasarkan pada karakteristik tertentu yang dianggap mempunyai sangkut-pautnya atau presentatif dalam penelitian ini.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa komunikasi informal yang terjadi di Universitas Sahid Jakarta dalam meningkatkan gairah kerja karyawan adalah cukup berperan dalam strata sedang. Hampir setengahnya responden merasakan manfaat dari pembicaraan komunikasi informal tersebut. Media yang digunakan dalam melakukan komunikasi informal antar sesama rekan kerja dan pimpinan adalah telepon internal (air-phone). Komunikasi secara langsung tanpa menggunakan media lebih baik dan efektif serta mudah dimengerti, karena dapat melihat secara langsung gerak-gerik dan mimik lawan bicara.


5.       Hambatan-hambatan komunikasi efektif

Di dalam komunikasi  selalu ada hambatan yang dapat mengganggu kelancaran jalannya proses komunikasi . Sehingga informasi dan gagasan yang disampaikan tidak dapat diterima dan dimengerti dengan jelas oleh penerima pesan atau receiver.
Menurut Ron Ludlow & Fergus Panton, ada hambatan-hambatan yang menyebabkankomunikasi tidak efektif  yaitu adalah (1992,p.10-11) :

1. Status effect
Adanya perbedaaan pengaruh status sosial yang dimiliki setiap manusia.Misalnya karyawan dengan status sosial yang lebih rendah harus tunduk dan patuh apapun perintah yang diberikan atasan. Maka karyawan tersebut tidak dapat atau takut mengemukakan aspirasinya atau pendapatnya.

2. Semantic Problems
Faktor semantik menyangkut bahasa yang dipergunakan komunikator sebagai alat untuk menyalurkan pikiran dan perasaanya kepada komunikan. Demi kelancaran komunikasi seorang komunikator harus benar-benar memperhatikan gangguan sematis ini, sebab kesalahan pengucapan atau kesalahan dalam penulisan dapat menimbulkan salah pengertian (misunderstanding) atau penafsiran (misinterpretation) yang pada gilirannya bisa menimbulkan salah komunikasi (miscommunication). Misalnya kesalahan pengucapan bahasa dan salah penafsiran seperti contoh : pengucapan demonstrasi menjadi demokrasi, kedelai menjadi keledai dan lain-lain.

3. Perceptual distorsion
Perceptual distorsion dapat disebabkan karena perbedaan cara pandangan yang sempit pada diri sendiri dan perbedaaan cara berpikir serta cara mengerti yang sempit terhadap orang lain. Sehingga dalam komunikasi terjadi perbedaan persepsi dan wawasan atau cara pandang antara satu dengan yang lainnya.

4. Cultural Differences
Hambatan yang terjadi karena disebabkan adanya perbedaan kebudayaan , agama dan lingkungan sosial. Dalam suatu organisasi terdapat beberapa suku, ras, dan bahasa yang berbeda. Sehingga ada beberapa kata-kata yang memiliki arti berbeda di tiap suku. Seperti contoh : kata “jangan” dalam bahasa Indonesia artinya tidak boleh, tetapi orang suku jawa mengartikan kata tersebut suatu jenis makanan berupa sup.

5. Physical Distractions 
Hambatan ini disebabkan oleh gangguan lingkungan fisik terhadap proses berlangsungnya komunikasi. Contohnya : suara riuh orang-orang atau kebisingan, suara hujan atau petir, dan cahaya yang kurang jelas.

6. Poor choice of communication channels
Adalah gangguan yang disebabkan pada media yang dipergunakan dalam melancarkan komunikasi. Contoh dalam kehidupan sehari-hari misalnya sambungan telephone yang terputus-putus, suara radio yang hilang dan muncul, gambar yang kabur pada pesawat televisi, huruf ketikan yang buram pada surat sehingga informasi tidak dapat ditangkap dan dimengerti dengan jelas.

7. No Feed back
Hambatan tersebut adalah seorang sender mengirimkan pesan kepada receiver tetapi tidak adanya respon dan tanggapan dari receiver maka yang terjadi adalah komunikasi satu arah yang sia-sia. Seperti contoh : Seorang manajer menerangkan suatu gagasan yang ditujukan kepada para karyawan, dalam penerapan gagasan tersebut para karyawan tidak memberikan tanggapan atau respon dengan kata lain tidak peduli dengan gagasan seorang manajer.


Suatu ketika keluarga kecil yang memiliki anak berumur lebih kurang tiga tahun pulang kampung mengunjungi orang tuanya. Betapa senang hati si nenek karena mendapat kunjungan dari anak dan cucunya. Mereka bermain dan bercengkrama bersama hingga sore hari. Merekapun bermaksud untuk kembali pulang kerumah. Karena si nenek masih rindu dan ingin bermain dengan cucunya, maka si nenek meminta agar si cucu tinggal dan tidur bersamanya. Akhirnya karena si nenek mendesak dan si cucupun mau, maka  jadilah si cucu menginap di rumah nenek dan kedua orang tuanya pun pulang
Tengah malam, si cucu terbangun dari tidurnya ingin buang air kecil. Lalu dia membangunkan neneknya. “Nek bangun nek, aku mau nyanyi”. ( rupanya si cucu sudah terbiasa dengan orang tuanya klo mau buang air bilang mau nyanyi). Si nenekpun bangun dan berkata: “Cu, ini kan udah malam, besok aja nyanyinya ya”. Lalu merekapun tidur lagi.
Tidak berapa lama, si cucupun terbangun karena sudah gak tahan mau buang air kecil. “nek bangun nek, aku mau nyanyi”, si cucu terus merengek kepada neneknya. Karena gak tahan dengan rengekan cucunya maka si nenek berkata: “baiklah, kamu nyanyinya di teliga nenek saja ya”. Kontan si cucupun mengencingi telinga neneknya. Dan nenekpun terpaksa menahan marahnya. Rupanya orang tua si cucu lupa memberitahukan kepada si nenek kalau si cucu mau buang air dia akan bilang mau nyanyi.
Demikianlah sebuah anekdot yang berhubungan dengan hambatan dalam beromunikasi. Banyak halyang bisa menghambat untuk terjadinya komunikasi yang efektif. Menurut Leonard R.S. dan George Strauss dalam Stoner james, A.F dan Charles Wankel sebagaimana yang dikutip oleh Herujito (2001), ada beberapa hambatan terhadap komunikasi yang efektif, yaitu :
1. Mendengar. Biasanya kita mendengar apa yang ingin kita dengar. Banyak hal atau informasi yang ada di sekeliling kita, namun tidak semua yang kita dengar dan tanggapi. Informasi yang menarik bagi kita, itulah yang ingin kita dengar.
2. Mengabaikan informasi yang bertentangan dengan apa yang kita ketahui.
3. Menilai sumber. Kita cenderung menilai siapa yang memberikan informasi. Jika ada anak kecil yang memberikan informasi tentang suatu hal, kita cenderung mengabaikannya.
4. Persepsi yang berbeda. Komunikasi tidak akan berjalan efektif, jika persepsi si pengirim pesan tidak sama dengan si penerima pesan. Perbedaan ini bahkan bisa menimbulkan pertengkaran, diantara pengirim dan penerima pesan.
5. Kata yang berarti lain bagi orang yang berbeda. Kita sering mendengar kata yang artinya tidak sesuai dengan pemahaman kita. Seseorang menyebut akan datang sebentar lagi, mempunyai arti yang berbeda bagi orang yang menanggapinya. Sebentar lagi bisa berarti satu menit, lima menit, setengah jam atau satu jam kemudian.
6. Sinyal nonverbal yang tidak konsisten. Gerak-gerik kita ketika berkomunikasi – tidak melihat kepada lawan bicara, tetap dengan aktivitas kita pada saat ada yang berkomunikasi dengan kita-, mampengaruhi porses komunikasi yang berlangsung.
7. Pengaruh emosi. Pada keadaan marah, seseorang akan kesulitan untuk menerima informasi. apapun berita atau informasi yang diberikan, tidak akan diterima dan ditanggapinya.
8. Gangguan. Gangguan ini bisa berupa suara yang bising pada saat kita berkomunikasi, jarak yang jauh, dan lain sebagainya.
Itulah beberapa hal yang dapat menghambat terjadinya komunikasi yang efektif. dari anekdot tadi dapat kita lihat bahwa kata “nyanyi” di artikan berbeda antara si nenek dengan si cucu.  Nenek mengartikan kata nyanyi dengan arti sebenarnya, sedangkan si cucu, -karena telah biasa menggunakan kata nyanyi untuk buang air kecil-, mengartikan “nyanyi” sebagai buang air kecil.
Semoga kita bisa meminimalisir hambatan-hambatan tersebut, sehingga komunikasi yang efektif bisa terjadi.


  •  Peningkatan Efektivitas Komunikasi


Manusia di dalam kehidupannya harus berkomunikasi, artinya memerlukan orang lain dan membutuhkan kelompok atau masyarakat untuk saling berinteraksi. Hal ini merupakan suatu hakekat bahwa sebagian besar pribadi manusia terbentuk dari hasil integrasi sosial dengan sesamanya. Dalam kehidupannya manusia sering dipertemukan satu sama lainnya dalam suatu wadah baik formal maupun informal. Organisasi adalah sebuah sistem sosial yang kompleksitasnya jelas terlihat melalui jenis, peringkat, bentuk dan jumlah interaksi yang berlaku.
Proses dalam organisasi adalah salah satu faktor penentu dalam mencapai organisasi yang efektif. Salah satu proses yang akan selalu terjadi dalam organisasi adalah proses komunikasi. Melalui organisasi terjadi pertukaran informasi, gagasan, dan pengalaman. Mengingat perannya yang penting dalam menunjang kelancaran berorganisasi, maka perhatian yang cukup perlu dicurahkan untuk mengelola komunikasi dalam organisasi. Proses komunikasi yang begitu dinamik dapat menimbulkan berbagai masalah yang mempengaruhi pencapaian sebuah organisasi terutama dengan timbulnya salah faham dan konflik.

Komunikasi memelihara motivasi dengan memberikan penjelasan kepada para pegawai tentang apa yang harus dilakukan, seberapa baik mereka mengerjakannya dan apa yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kinerja jika sedang berada di bawah standar.
Aktivitas komunikasi di perkantoran senantiasa disertai dengan tujuan yang ingin dicapai. Budaya komunikasi dalam konteks komunikasi organisasi harus dilihat dari berbagai sisi. Sisi pertama adalah komunikasi antara atasan kepada bawahan. Sisi kedua antara pegawai yang satu dengan pegawai yang lain. Sisi ketiga adalah antara pegawai kepada atasan. Masing-masing komunikasi tersebut mempunyai polanya masing-masing.
Di antara kedua belah pihak harus ada two-way-communications atau komunikasi dua arah atau komunikasi timbal balik, untuk itu diperlukan adanya kerja sama yang diharapkan untuk mencapai cita-cita, baik cita-cita pribadi, maupun kelompok, untuk mencapai tujuan suatu organisasi.
Komunikasi merupakan sarana untuk mengadakan koordinasi antara berbagai subsistem dalam perkantoran. MenurutKohler ada dua model komunikasi dalam rangka meningkatkan kinerja dan mencapai tujuan perkantoran ini. Pertama, komunikasi koordinatif, yaitu proses komunikasi yang berfungsi untuk menyatukan bagian-bagian (subsistem) perkantoran. Kedua, komunikasi interaktif, ialah proses pertukaran informasi yang berjalan secara berkesinambungan, pertukaran pendapat dan sikap yang dipakai sebagai dasar penyesuaian di antara sub-sub sistem dalam perkantoran, maupun antara perkantoran dengan mitra kerja. Frekuensi dan intensitas komunikasi yang dilakukan juga turut mempengaruhi hasil dari suatu proses komunikasi tersebut.
http://zayyana-yananana.blogspot.com

1 komentar:

  1. Terimakasih atas kritikanya, tentang link gunadarma mungkin anda blm scrool paling bawah ^^

    BalasHapus